P2G Desak Kemendikbudristek Meninjau Ulang Sistem PPDB
Jurnalis: Wafil M
Kabar Baru, Jakarta- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemdikbudristek RI) untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang telah berjalan sejak tahun 2017.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, mengungkapkan, “Evaluasi total dan komprehensif serta peninjauan ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan oleh Kemdikbudristek, karena P2G menilai bahwa tujuan utama PPDB mulai melenceng dari jalurnya. Masalah-masalah klasik tersebut terjadi setiap tahun.”
P2G mencatat ada lima masalah utama yang selalu muncul selama pelaksanaan PPDB selama tujuh tahun terakhir ini:
Pertama, masalah migrasi domisili melalui Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dianggap favorit oleh orang tua. Hal ini umumnya terjadi di wilayah yang memiliki sekolah “unggulan”. Modusnya adalah dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan yang terbaru di Kota Bogor.
Seharusnya modus pindah KK ini bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Verifikasi faktual merupakan solusi yang tepat untuk dilakukan. Namun, langkah yang diambil oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya, dalam menangani masalah ini agak terlambat dan menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) tidak memiliki sistem deteksi sejak awal. Terlebih lagi, Kota Bogor telah mengikuti PPDB sejak 2017, sehingga seharusnya hal ini bukanlah hal baru.
Namun perlu diingat bahwa warga negara juga memiliki hak untuk berpindah tempat. Masyarakat juga berhak menilai bahwa ada sekolah tertentu yang lebih baik dibandingkan sekolah lainnya.
Dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, pasal 17 ayat 2 menyatakan, “Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB.” Artinya, perpindahan alamat KK diizinkan secara hukum jika dilakukan paling lama 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Tindakan ilegal adalah jika perpindahan alamat dilakukan kurang dari 1 tahun.
“Sementara itu, fakta menunjukkan bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Hal ini menyebabkan orang tua masih berlomba-lomba memasukkan anak mereka ke sekolah yang dianggap lebih unggul,” lanjut Satriwan.
Tujuan awal sistem PPDB adalah untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan. Tujuan tersebut mencakup peningkatan kualitas seluruh sekolah negeri, termasuk guru, sarana prasarana, kurikulum, dan standar lainnya.
Namun menurut Satriwan, tujuan utama PPDB hingga saat ini belum tercapai. Tingkat kesenjangan kualitas antara sekolah negeri masih terjadi, bahkan semakin tinggi.
Masalah kedua adalah ketika sekolah kekurangan daya tampung untuk calon peserta didik baru, terutama di wilayah perkotaan. Jumlah sekolah negeri dan daya tampungnya umumnya lebih sedikit daripada jumlah calon siswa. Akibatnya, jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung semua calon peserta didik. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) untuk jenjang SMP/MTs pada tahun 2023 adalah 149.530 siswa, tetapi total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen saja.
Untuk jenjang SMA/MA/SMK, CPDB adalah 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 28.937 siswa atau hanya 20,69 persen saja. Bahkan, untuk jenjang SMK, daya tampungnya lebih sedikit lagi, yaitu hanya 19.387 siswa atau hanya 13,87 persen saja.
Data menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang sekolah, semakin sedikit jumlah bangku yang tersedia di sekolah negeri.
“Implikasinya adalah tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri, dan sekolah swasta menjadi pilihan terakhir,” lanjut Satriwan.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah daya tampung adalah dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau menambah ruang kelas, tetapi hal ini harus mempertimbangkan juga keberadaan sekolah swasta agar mereka tetap memiliki siswa.
“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang besar saja tidak mmampu menambah USB dan ruang kelas baru. Faktor biaya yang besar dan keterbatasan lahan baru untuk USB menjadi penyebabnya,” lanjut Satriwan.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencoba mencari solusi dengan program “PPDB Bersama”. Program ini memungkinkan anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri untuk masuk ke sekolah swasta dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Provinsi. Sayangnya, program PPDB Bersama ini tidak begitu diminati oleh sekolah swasta terbaik di Jakarta.
Masalah ketiga adalah ketika sekolah menghadapi kekurangan siswa. Hal ini sering terjadi ketika jumlah calon siswa yang mendaftar sangat sedikit, sementara jumlah sekolah negeri yang berdekatan lokasinya banyak. Terkadang, sekolah-sekolah tersebut berlokasi di pedalaman atau perbatasan yang sulit dijangkau. Faktor utamanya adalah sebaran sekolah negeri yang tidak merata.
Contohnya terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, terdapat 21 SMP negeri yang kekurangan siswa pada PPDB 2022. Begitu juga di Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Jepara, hingga akhir Juni pada PPDB 2023, tercatat masih ada 12 SMP negeri yang kekurangan siswa.
Menurut Feriansyah, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G, masalah sekolah yang kekurangan siswa dapat berdampak serius pada jam mengajar guru. Bagi guru yang telah mendapatkan Tunjangan Profesi Guru, mereka dapat terancam tidak menerima tunjangan tersebut jika kekurangan jam mengajar sebanyak 24 jam per minggu yang disyaratkan oleh peraturan.
“Solusi untuk sekolah yang kekurangan siswa adalah dengan melakukan merger, menggabungkan sekolah negeri, dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah,” jelas Feriansyah, mahasiswa program doktor Universitas Gadjah Mada.
Solusi di atas juga membutuhkan biaya yang tinggi dan melibatkan kementerian lain. Ini adalah pekerjaan yang memerlukan sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah.
Masalah keempat yang sering muncul dalam PPDB adalah praktik jual beli kursi, pungutan liar (pungli), dan siswa “titipan” dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut.
P2G mencatat bahwa kasus semacam itu terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.
Modusnya adalah dengan menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru, tidak memiliki kekuasaan untuk menolak, sehingga praktik ini terus terjadi secara diam-diam. Pada PPDB 2022, kasus penitipan siswa oleh anggota DPRD kota Bandung sempat menjadi perhatian publik.
Terdapat juga kasus di mana oknum organisasi masyarakat (ormas) terlibat. Mereka mengancam akan membocorkan nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan penitipan ke media. Namun, ternyata ormas tersebut juga memiliki calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Setelah ditelusuri, terungkap bahwa oknum ormas tersebut menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orang tua siswa.
Di Bengkulu pada PPDB 2023, ada indikasi bahwa oknum guru terlibat dalam jual beli kursi kepada calon orang tua siswa agar mereka diterima dalam PPDB. Dugaan pungutan liar dalam PPDB Bengkulu ini telah terjadi sejak 2017.
“Jadi, dalam pelaksanaan PPDB tidak hanya melalui jalur zonasi, prestasi, dan afirmasi, tetapi juga terdapat jalur intervensi, intimidasi, dan surat sakti,” tegas Feriansyah.
P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB dilakukan secara adil, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orang tua dan guru tidak boleh takut untuk melaporkan dugaan pungutan liar atau siswa titipan kepada Dinas Pendidikan, Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), Ombudsman, atau Kemdikbudristek, bahkan kepada media massa.
Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman diharapkan dapat melakukan pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPDB serta indikasi kecurangannya. Yang paling penting adalah langkah-langkah tindak lanjut yang diambil.
P2G meminta agar jika terdapat dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau masyarakat, mereka harus diberikan sanksi tegas, bahkan dapat dituntut melalui jalur hukum pidana sebagai pembelajaran agar guru dapat bekerja dengan bersih dan jujur.
Masalah kelima adalah ketika anak-anak dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak-anak dalam satu zona tidak dapat diterima di sekolah negeri.
“Bagi P2G, sistem PPDB yang diterapkan oleh pemerintah harus memprioritaskan anak-anak miskin dan memberikan mereka kesempatan untuk bersekolah di sekolah negeri di dekat rumah mereka. Ini akan mengurangi beban biaya transportasi dan faktor keamanan bagi anak-anak,” tegas Feriansyah.
Sejatinya, sistem PPDB seharusnya mendukung anak-anak miskin dan memungkinkan mereka bersekolah di dekat rumah. Namun, jika anak-anak miskin dan anak-anak yang berada di zona tersebut tidak dapat diterima di sekolah negeri, maka sistem PPDB dianggap gagal dalam mencapai tujuan utamanya. Pemerintah juga dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas. Ke depannya, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (seperti penambahan ruang kelas atau pembangunan sekolah baru) harus sejalan dengan perekrutan guru oleh pemerintah daerah. Hal ini akan memastikan bahwa masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja dan kemauan politik pemerintah dalam membangun pendidikan yang adil di masa depan.
Dengan melakukan peninjauan ulang dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem PPDB, diharapkan masalah-masalah yang terjadi selama pelaksanaan dapat diatasi. Solusi yang tepat perlu ditemukan untuk memastikan bahwa penerimaan peserta didik baru dilakukan dengan adil, transparan, dan bertanggung jawab. Pemerintah perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk stakeholder pendidikan, dalam merancang kebijakan yang dapat memenuhi tujuan utama PPDB, yaitu pemerataan kualitas pendidikan dan kesempatan yang setara bagi semua anak.
Selain itu, penting bagi orang tua dan guru untuk berani melaporkan praktik-praktik yang merugikan dalam pelaksanaan PPDB. Dinas Pendidikan, Satgas Saber Pungli, Ombudsman, dan media massa dapat menjadi sarana untuk melaporkan dugaan pungutan liar, praktik jual beli kursi, atau ketidakadilan lainnya. Keberadaan lembaga pengawas dan penegak hukum juga sangat penting dalam memastikan tindak lanjut yang tepat terhadap pelanggaran yang terjadi.
Dalam mengatasi masalah kekurangan siswa atau sekolah yang sepi peminat, langkah-langkah konkret harus diambil. Merger antar sekolah negeri, perbaikan infrastruktur, dan transportasi menuju sekolah menjadi solusi yang perlu dipertimbangkan. Pemerintah juga perlu bekerja sama dengan berbagai kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Terakhir, penting bagi pemerintah untuk memprioritaskan anak-anak dari keluarga tidak mampu dan anak-anak dalam satu zona agar dapat diterima di sekolah negeri. Ini akan mendorong pemerataan akses pendidikan dan mengurangi kesenjangan sosial yang ada. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan harus sejalan dengan rekrutmen guru untuk memastikan adanya fasilitas yang memadai dan tenaga pengajar yang berkualitas di setiap sekolah.
Dengan melakukan peninjauan ulang yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait, diharapkan sistem PPDB di Indonesia dapat diperbaiki dan mencapai tujuan utamanya, yaitu memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi semua anak. Ini akan membawa kemajuan dalam bidang pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.