Menelusuri Warisan Karya Ulama Nusantara di Mesir Dengan workshop Jejak literasi
Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Mesir – Selain berasal dari bangsa Arab dan sekitarnya, ternyata banyak warisan literasi Islam (turats) yang lahir dari goresan pena para ulama Nusantara khususnya pelajar di Al-Azhar Mesir.
Hal itu disampaikan oleh Miftahuddin Wibowo saat memulai workshop bertemakan “Jejak literasi Nusantara di Kairo” pada (4/8/2024).
Bertempat di Aula Markaz Syekh Zayed, Kairo, lokakarya tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara hari ketiga Simposium Kawasan Timtengka (SK Timtengka) 2024. Selama satu jam lebih para audiens diajak menapak tilas sejarah karya-karya ulama Nusantara di Mesir yang telah berusia lebih dari ratusan tahun.
Miftah Wibowo terbilang sebagai peneliti pertama yang mencetuskan penelusuran manuskrip karya ulama asal Nusantara di Mesir. Di awal pemaparannya, beliau menyebutkan bahwa para pelajar asal Nusantara merupakan salah satu kelompok yang cukup menonjol di Al-Azhar Mesir.
Oleh karena itu, tak heran jika bisa kita temukan beberapa jejak hasil karya tulis mereka. Namun, menurut sejarawan sekaligus founder kajian “Pojok Peradaban” ini, problematika yang dihadapi ialah banyak manuskrip ulama nusantara yang tercecer dan tidak dikonservasi dengan baik.
“Pencarian naskah kuno khususnya karya ulama kita memanglah cukup kompleks, jadi perlu dukungan dari berbagai pihak untuk merealisasikannya secara maksimal,” tutur pria asal Tegal, Jawa Tengah tersebut.
Dalam eksplorasinya, Miftah Wibowo menggandeng perpustakaan Halabi yang berpusat di kawasan Al-Azhar, Kairo. Perpustakaan tersebut telah didirikan sejak tahun 1859 oleh Ahmad Halabi, salah seorang imigran asal Suriah yang belajar di Al-Azhar.
Lewat perpustakaan kuno inilah Miftah Wibowo dan tim dapat memperoleh ratusan naskah asli karya ulama Nusantara sejak tahun 2019 sampai sekarang.
“Pendekatan psikologis dan diplomatis dengan penjaga perpustakaan inilah yang membuat kami dapat memperoleh manuskrip asli nan langka,” kata Miftah Wibowo saat menjelaskan relasinya dengan pengelola perpustakaan dan percetakan Halabi.
Setelah menerangkan seputar perpustakaan kuno Halabi, Miftah Wibowo mengajak para audiens agar mengenal para ulama Nusantara masa lampau yang berperan pada khazanah literasi Islam Di mesir.
Di antara mereka ialah Abdul Qohar, Mahmud Yunus, serta Janan At-Thayyib, pendiri majalah Seroean Azhar, majalah berbahasa Melayu di Negeri Fir’aun.
Selain itu, Miftah Wibowo juga mendorong para penonton yang didominasi oleh Mahasiswa Al-Azhar untuk mengikuti langkah para seniornya dalam berkarya.
Beliau berujar, “dengan segala fasilitas sekarang yang mudah dan terjangkau, kita sebagai mahasiswa Indonesia di Mesir, jangan mau kalah dengan para pendahulu kita.”
“Kenapa kami mau mengumpulkan berbagai manuskrip ini? Kami amat terinspirasi oleh perkataan Syekh Ali Jumu’ah, mantan mufti agung Mesir yang berujar bahwa kunci peradaban adalah bahasa dan literasi,” ucap Miftah wibowo sebagai jawaban atas salah satu pertanyaan hadirin.
Ikhtiar panjang ia dengan tim dalam menghimpun manuskrip cukup membuahkan hasil. Mereka sukses menggelar pameran naskah kuno ulama Nusantara yang bertajuk “Pameran Musawwadat” di Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo (PMIK) pada bulan September tahun lalu.
Di sesi akhir workshop, para audiens berkesempatan untuk melihat secara langsung beberapa koleksi milik Rumah Arsip Naskah Nusantara (RANU) pimpinan Miftah Wibowo sendiri.