Lalu Hadrian Irfani Menanggapi Pernyataan Wakil Presiden terkait Penghapusan Sistem Zonasi
Jurnalis: Ramdani
Kabar Baru, Jakarta—Pro dan kontra terkait penerapan Sistem Zonasi dalam kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali mencuat bahkan sebelum masa pelaksanaannya dimulai. Polemik ini mengemuka setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyerukan penghapusan Sistem Zonasi dalam PPDB.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, H. Lalu Hadrian Irfani, S.T., menyatakan bahwa tujuan utama Sistem Zonasi adalah untuk meningkatkan akses pendidikan, mengurangi ketimpangan kualitas antar sekolah, dan mencegah diskriminasi. Namun, ia mengakui bahwa tantangan utama sistem ini terletak pada pelaksanaannya.
“Permasalahan utama Sistem Zonasi bukan pada kebijakannya, tapi pada implementasinya,” tegas Lalu Hadrian kepada Kabarbaru.co, (22/11). Ia memaparkan tiga tantangan besar dalam penerapan Sistem Zonasi:
1. Minimnya kapasitas sekolah: Jumlah calon peserta didik sering kali melebihi kapasitas sekolah negeri di daerah mereka, menyebabkan kesenjangan dan kesulitan akses.
2. Sosialisasi yang lemah: Kurangnya informasi yang jelas dan minimnya sosialisasi membuat orang tua bingung, memicu potensi kecurangan, serta lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan sistem.
3. Penyebaran sekolah yang tidak merata: Ketimpangan jumlah sekolah negeri membuat siswa di daerah terpencil sulit mendapatkan kesempatan, bahkan dengan nilai akademik yang baik.
Lalu Hadrian menilai bahwa secara prinsip, Sistem Zonasi adalah kebijakan yang baik karena menekankan keadilan dan membuka akses pendidikan berkualitas bagi semua warga negara. “Kebijakan ini menghilangkan favouritisme dan memberikan kesempatan yang lebih merata,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar penerapan Sistem Zonasi lebih fleksibel untuk daerah yang memiliki keterbatasan jumlah sekolah. “Di daerah dengan jumlah sekolah tidak merata, PPDB jangan dibuat terlalu ketat. Misalnya, jika di dua atau tiga kecamatan hanya ada satu SMP atau SMA, zonasi perlu diperluas hingga mencakup seluruh kecamatan tersebut,” sarannya.
Dalam kesempatan yang sama, Lalu Hadrian menekankan pentingnya peran sekolah swasta sebagai alternatif bagi siswa yang tidak terakomodasi dalam zonasi.
“Pemerintah perlu menyusun skema kerja sama, seperti model public-private partnership, untuk memberdayakan sekolah swasta dalam PPDB,” tambahnya. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah harus mendukung peningkatan kualitas sekolah swasta melalui penyediaan tenaga pendidik yang kompeten, bantuan biaya operasional, perbaikan sarana prasarana, dan pengoptimalan daya tampung.
Ia juga menyoroti bahwa Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB belum mengatur secara rinci kriteria sekolah swasta yang layak dilibatkan untuk menambah daya tampung. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk menyusun regulasi yang jelas demi mewujudkan kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.
Lalu Hadrian menegaskan bahwa tantangan terbesar pemerintah saat ini adalah menyediakan data akurat tentang distribusi satuan pendidikan di setiap daerah. “Kemendikdasmen perlu memiliki data jumlah sekolah, sebarannya, dan kebutuhan calon peserta didik di setiap jenjang pendidikan,” katanya.
Dengan data yang akurat, ia optimistis kebijakan PPDB berbasis Sistem Zonasi dapat terus disempurnakan demi memastikan akses pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh anak bangsa.