Ketua BEM Universitas Trilogi Jakarta: Konflik Rempang, Bentuk Krisis Moralitas RI

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Mahasiswa Universitas Trilogi melakukan aksi kamisan di Depan Taman makam pahlawan, Jalan Raya kalibata, Jakarta pada hari Rabu (05/04) Sore, dengan dibersamai oleh berbagai Kampus se- Jabodetabek, tidak terikat dengan aliansi manapun, bukan Aliansi BEM Seluruh Indonesia, bukan Alliansi BEM Nusantara, dan Aliansi lainnya.
Aksi tersebut merupakan bentuk penyampaian aspirasi Mahasiswa terhadap Segala penolakan Ham berat yang ada di indonesia terkhususnya masyarakat adat rempang.
“Kita menolak, tidak hanya mengalami represifitas dari aparat, namun tempat tinggal dan mata pencaharian masyarakat pun juga direnggut
secara paksa. Hal ini tentu merupakan bentuk penyimpangan, baik itu dilihat dariperspektif agraria, lingkungan, maupun sosial,” tegas aal.
Ketua Bem Trilogi, Muhammad Said Al-Haroro, “Bermula ketika lahan seluas 7.572 hektare pulau ini menjadi target lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun menjadi pabrik kaca. PT MEG berhasil meyakinkan Perusahaan terbesar asal Tiongkok, Xinyi International Investment Limited untuk berinvestasi senilai USD 11,5 miliar atau setara dengan Rp174 triliun sampai dengan tahun 2080. Lalu, siapa yang diuntungkan?,” sambungnya.
Lebih parahnya lagi, sambung aal, Kerjasama tersebut diperkirakan akan menarik investasi sebesar Rp381 triliun, namun di balik rencana tersebut pemerintah dan investor harus berhadapan dengan warga penghuni pulau yang menolak pembangunan proyek ini.
Pun akhirnya Wali Kota Batam menurunkan 1.000 personel polisi untuk melakukan pemaksaan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang.
“Aparat yang dikerahkan pun membabi buta tanpa pandang bulu melakukan penyerangan. Bahkan turut menyerang sejumlah siswa yang tengah melakukan kegiatan belajar mengajar,” katanya.
“Kesimpulannya adalah dengan adanya Relokasi adat rempang yang tidak solutif dan seharusnya butuh pendekatan khusus terhadap masyarakat adat rempang, Para Masyarakat adat di daerah rempang ini nantinya bukan mendapat keadilan, melainkan ‘dikerjain’ oleh para penguasa dan pengusaha,” lanjutnya.
“Mahasiswa Indonesia, khususnya Mahasiswa Universitas Trilogi, akan terus bergema dalam menyuarakan dan membela hak-hak yang semestinya didapat oleh masyarakat adat, dan segala bentuk upaya pelaggaran Ham berat di undonesia,” pungkas Aal.