Jurnalis Sorong Diajak Suarakan Aksi Iklim Berkeadilan: Kolaborasi Media dan Komunitas Adat Tanah Papua

Jurnalis: Zuhri
Kabar Baru, Sorong – Sejumlah jurnalis dari berbagai platform hingga jurnalis warga mengikuti kegiatan diskusi tematik bertajuk ‘Aksi Iklim Berkeadilan di Tanah Papua’ yang berlangsung di Gedung Lambert Jitmau, Kawasan Kantor Wali Kota Sorong, Senin (21/7/25).
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Climate Champion Festival yang digelar selama tiga hari, tercatat dimulai dari Senin (21/7/25) hingga Rabu (23/7/25) mendatang.
Diskusi ini bertujuan guna mendorong keterlibatan jurnalis dalam mengarusutamakan isu perubahan iklim, serta menyuarakan aksi-aksi lokal yang berkeadilan dan berbasis komunitas khususnya oleh masyarakat adat dan pemuda di Tanah Papua.
Kegiatan ini dibuka dan dimoderatori oleh Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS), Febrilia Ekawati yang mewakili Aliansi C4Ledger (Consortium for Knowledge Management Brokers).
Direktur Utama YKWS Febrilia Ekawati mengajak seluruh jurnalis untuk bersinergi dalam menyuarakan dampak perubahan iklim serta mendorong aksi-aksi adaptif dan mitigatif yang telah dilakukan oleh masyarakat lokal.
“Kolaborasi antara media dan komunitas sangat penting untuk memperkuat suara masyarakat adat dan komunitas rentan dalam menghadapi dampak perubahan iklim,” ujar Direktur Utama YKWS Febrilia Ekawati.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber kompeten di bidangnya. Pertama, Founder Good News Indonesia dan jurnalis Mongabay Indonesia Akhyar Hananto yang menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dan media sosial untuk mendiseminasikan informasi lingkungan.
“Banyak orang menghabiskan waktu berjam-jam menonton konten hiburan, padahal gawai yang mereka gunakan bisa menjadi alat perubahan,” ungkap Founder Good News Indonesia Akhyar Hananto.
Ia mengajak para jurnalis untuk mulai menyisipkan konten edukatif dan informatif seputar perubahan iklim ke dalam format yang lebih menarik dan mudah dipahami masyarakat, seperti video pendek dan narasi visual yang kuat.
Sementara itu, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Sorong, Safwan Ashari Raharusun menyoroti peran jurnalis sebagai alat advokasi dan kontrol sosial.
“Informasi dari komunitas lokal, masyarakat adat, dan kelompok rentan sangat penting sebagai bahan liputan dan sekaligus alat advokasi untuk mendorong lahirnya kebijakan yang pro-lingkungan dan berkeadilan,” jelas Safwan Ashari.
Narasumber ketiga, Koordinator Program Voice for Climate Action (VCA) Tanah Papua dari WWF Papua Zacharias A. Inaury menjelaskan bahwa selama lima tahun terakhir, program VCA telah melibatkan jurnalis dan komunitas lokal untuk mendiseminasikan pengetahuan dan praktik baik terkait aksi iklim berkeadilan.
“Kami bahkan telah melatih komunitas dan pemuda adat untuk mengelola media sosial mereka sendiri sebagai bentuk jurnalisme warga yang menyuarakan aksi-aksi iklim di tingkat lokal,” kata Zacharias
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara anggota aliansi VCA Indonesia yakni C4Ledger bersama WWF Tanah Papua. VCA sendiri merupakan bagian dari kemitraan strategis lima tahun “Power of Voices” dari Kementerian Luar Negeri Belanda yang diimplementasikan oleh beberapa organisasi internasional, termasuk WWF-NL dan HiVOS.
Tujuan besar dari program ini adalah memperkuat peran masyarakat sipil, termasuk kelompok terpinggirkan seperti masyarakat adat, dalam mendorong solusi iklim yang inklusif, berkelanjutan, dan digerakkan dari tingkat lokal.
Melalui inisiatif Inclusiveness Climate Management Network (Inclick-Mnet), C4Ledger berupaya mendorong lahirnya kebijakan iklim yang responsif dan berbasis pada pengetahuan lokal. Sayangnya, menurut C4Ledger, praktik-praktik cerdas dan inisiatif lokal tersebut masih sering terabaikan dan belum terdokumentasi dengan baik.
“Di sinilah peran penting jurnalis. Mereka adalah aktor kunci yang dapat mendokumentasikan dan menyuarakan berbagai aksi dan solusi iklim yang dikembangkan oleh komunitas lokal dan masyarakat adat,” jelas perwakilan C4Ledger.
Diskusi ini mengukuhkan pentingnya peran media massa, jurnalis warga, dan media sosial dalam mengangkat narasi iklim dari akar rumput. Dengan kolaborasi yang solid antara media, komunitas, dan organisasi masyarakat sipil, diharapkan akan tercipta ruang sipil yang lebih inklusif dan transformatif bagi perjuangan menghadapi krisis iklim.
Sebagai informasi, Climate Champion Festival yang berlangsung hingga 23 Juli 2025 ini akan diisi dengan berbagai kegiatan, termasuk pameran komunitas, pemutaran film dokumenter iklim, pelatihan jurnalisme warga, dan aksi kolektif lingkungan. Festival ini diharapkan menjadi ruang belajar bersama dan penguatan jejaring antara komunitas, media, dan pengambil kebijakan dalam merespons tantangan perubahan iklim secara adil dan berkelanjutan. (***)