Fajar Budiman: Jokowi Pelaku Pembunuhan Demokrasi Indonesia

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Nuansa menjelang Pemilu 2024 kian menciptakan gonjang-ganjing yang kini terjadi akibat ulah dari presiden jokowidodo, yang menyebabkan kemurkaan kalangan masyarakat, hal itu disebabkan beberapa faktor.
Presiden Jokowi melakukan sikap politik yang secara terang benderang mendukung paslon capres dan cawapres no. Urut 02 dengan demikian telah melanggar isi sumpah presiden serta konstitusi negara Republik indonesia dikarenakan keberpihakan nya seorang presiden.
Serta melakukan intervensi untuk mendorong memilih paslon capres dan cawapres pada nomor urut 02 kepada instansi pemerintah maupun kepala daerah hingga kepala desa, hal tersebut membuat kalangan guru besar, mahasiswa, dan aktivis di beberapa universitas Indonesia menyuarakan kritikan terhadap sikap politik presiden Jokowi.
Karena menimbulkan rusaknya sistem demokrasi dan ketidak netralitas kalangan pejabat hingga kepala desa terhadap pemilihan umum yang semestinya seorang presiden memberikan sikap contoh atau teladan yang baik dalam Jelang pemilu 2024 agar sesuai ketentuan Pasal 22 E ayat (6) Jo. Pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia negara Indonesia.
Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Mahasiswa Hukum (Permahi) Fajar Budiman turut memberikan kritikan.
Sanksi Etik sampai pemecatan kepada Ketua MK yang merupakan kakak ipar presiden jokowidodo yang telah meloloskan Gibran Rakabuming yang merupakan anak presiden jokowidodo perbuatan tersebut telah melanggar Pasal 17 ayat (3) dan (4) UU No. 48/2009 tentang Kehakiman Jo. Pasal 10 huruf e PMK No. 1 /2023 serta Putusan DKPP menyatakan Ketua KPU RI telah melanggar kode etik yang meloloskan gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden no urut 02 tidak berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023, yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun melakukan pelanggaran etik.
“Wacana pemakzulan Jokowi oleh para aktivis mahasiswa yang mana perbuatan seorang presiden berambisi atas kekuasaannya dengan cara mencalonkan anak kandung nya bernama Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden no urut 02 dan sikap presiden tersebut telah melakukan suatu nepotisme dan perbuatan tercela yang mana telah melanggar ketentuan hukum Pasal 7A UUD 1945 Jo. UU No. 28 / 1999 ttg penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujarnya.
Sebab segala perbuatan presiden jokowidodo telah terlihat untuk memenangkan paslon 02.
Dilakukan pembagian bansos yang merupakan dana APBN demi kepentingan pribadi atas pencalonan seorang anak kandung bernama Gibran Rakabuming keberadaan nya sebagai calon wakil presiden prabowo subianto.
“Dengan hal demikian presiden jokowidodo tlah menurunkan harkat dan martabat seorang presiden dan hal serupa termasuk perbuatan tercela, yang perlu kita sadari, semestinya pihak lembaga KPK RI juga mengusut tuntas dalam kegiatan bansos tersebut guna kepentingan hukum semata,” imbuhnya.
Fajar selaku sekretaris jenderal DPN Permahi mengatakan Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang menjadi penyebab kekacauan pada penerapan demokrasi, kewajiban seorang Presiden sesuai kembali dengan isi sumpah presiden dan konstitusi.
“Sudah pasti yang paling harus bertanggung jawab adalah presiden Jokowi, sebab ini adalah bentuk kegelisahan, kekesalan dan emosi sampai pada puncak ubun ubun para pihak yang bersuara, Jokowi sebagai pejabat negara harus segera menyatakan sikap yang bijaksana sebagai Presiden sebelum apa yang dia lakukan hari ini akan lebih memperburuk keadaan demokrasi di Indonesia sehingga akan menimbulkan konflik yang akan berkepanjangan,” sambungnya.
Lanjut Fajar Praktik yang dilakukan oleh Jokowi adalah praktik yang tidak bisa di toleransi dan telah menghancurkan sistem demokrasi, serta perbuatan presiden jokowi bisa di anggap melebihi dari perbuatan rezim otoritarian di Negara lainnya
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan yang ada mari kita selamatkan Demokrasi Indonesia dari praktik Politik Dinasti dan Penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) yang dilakukan oleh presiden Jokowi,” lanjutnya.
Disisi lain Fajar juga merasa prihatin terhadap keterlibatan para Penyelenggara Negara yang sangat menampakkan keberpihakan terhadap praktik kotor presiden Jokowi.
“Peringatan keras juga para penyelenggara Negara untuk berhenti melakukan pelanggaran Etik, kita harus sama sama menjaga proses demokrasi yang adil, jujur dan bermartabat Karena praktik kotor tersebut sudah membuat ketidakpercayaan publik yang semakin hari semakin membesar,” tutup fajar.