DPP GMNI Desak Hak Angket DPR Dalami Intervensi Pihak Luar Atas MK

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai Ketua MK Anwar Usman terbukti membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan perkara nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang memicu kegaduhan publik dan dinilai mengandung kejanggalan.
Namun, MKMK tidak memerinci bagaimana Anwar Usman membuka ruang diintervensi itu secara sengaja.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mendesak DPR RI untuk menggunakan hak angket yang melekat padanya untuk untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang.
Terutama Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 ayat 1 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
“MKMK menyampaikan hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Pernyataan ini jelas berarti ada intervensi pihak luar. Pernyataan MKMK ini harus di investigasi oleh DPR demi mengembalikan marwah dan independensi MK”, ungkap Arjuna
Menurut Arjuna, DPR RI mesti mengambil Hak Angket karena ada pengkhianatan terhadap UUD 1945 yang menjadi pedoman kita berbangsa dan bernegara.
Dan apabila ini dibiarkan akan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DPR tambah Arjuna harus mendalami intervensi pihak luar berdasarkan temuan MKMK yang bisa merusak independensi dan kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaan kehakiman terutama Mahkamah Konstitusi.
“Sudah terang benderang disampaikan MKMK bahwa ada intervensi pihak luar atas independensi MK. Selain melanggar UUD, intervensi pihak luar melanggar Pasal 2 UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi”, tambah Arjuna
Arjuna menilai pelanggaran terhadap prinsip independensi dan imparsialitas yang diatur dalam Pasal 2 UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi harus ditindaklanjuti oleh DPR untuk mengurai dan mengakhiri keresahan publik tentang runtuhnya independensi Mahkamah Konstitusi yang apabila dibiarkan berlarut-larut maka akan melahirkan civil disobedience atas tatanan hukum yang dibangun negara.
“Publik harus tahu siapa yang bisa mengintervensi lembaga negara sekelas MK yang bisa merusak independensinya yang melanggar Pasal 2 UU No 24 Tahun 2003. Jika ini dibiarkan maka bisa melahirkan civil disobedience atas tatanan hukum yang dibangun negara”, jelas Arjuna
Arjuna berpendapat hak angket DPR bukanlah untuk membatalkan putusan 90/PUU-XXI/2023, bukan juga menjadikan MK sebagai objek angket namun untuk memanggil MKMK agar memaparkan temuannya terkait adanya dugaan intervensi pihak luar atas MK yang merusak marwah MK.
“DPR harus panggil MKMK untuk memaparkan hasil temuannya. Siapa pihak yang mengintervensi MK sehingga MK kehilangan independensinya. Padahal menurut Pasal 2 UU No 4 tahun 2003, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”, tutur Arjuna
Hak angket DPR RI untuk menyelidiki lebih lanjut atas temuan MKMK sangat penting untuk mengurai benang kusut yang mencederai kemerdekaan dan membuat MK menjadi bahan olok-olok masyarakat akhir-akhir ini.
Hak angket DPR menurut Arjuna untuk menyelematkan independensi MK dimana tidak boleh ada pihak-pihak yang bisa mengintervensi lembaga peradilan yang seyogyanya kemerdekaan dan independensinya mesti dihormati.
“Hak angket untuk mengetahui siapa yang mengintervensi independensi MK. Dengan mendalami temuan MKMK, DPR bisa menyelematkan marwah dan independensi MK. Tidak boleh ada pihak yang mengintervensi independensi MK. Sehingga kehormatan lembaga peradilan kita dikangkangi begitu. Merusak tata negara kita”, tutup Arjuna