Dandhy Laksono Kritik Penunjukan Mayjen TNI sebagai Dirut Bulog: “Banyak Jenderal Non-Job”

Jurnalis: Bagaskara Dwy Pamungkas
Kabarbaru.co, Jakarta – Jurnalis dan aktivis Dandhy Laksono melontarkan kritik tajam terhadap keputusan Menteri BUMN Erick Thohir yang menunjuk Mayor Jenderal TNI aktif, Novi Helmy Prasetya, sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Melalui akun X pada 10 Februari 2025, Dandhy menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk penyimpangan peran militer di sektor sipil dan menyalahi Undang-Undang TNI.

Kritik Militer Urus Pangan
Dalam cuitannya, Dandhy menyinggung ikhwal kegagalan militer dalam mengelola proyek food estate di Kalimantan Tengah, yang sebelumnya digagas pemerintah sebagai solusi ketahanan pangan nasional.
“Militer sudah gagal ngurus proyek food estate di Kalimantan Tengah. Sekarang mau ngurus beras dan makan gratis?” tulis Dandhy.
Lebih jauh, ia menyoroti dominasi aparat keamanan di pelbagai sektor sipil di Indonesia, baik itu di lembaga pemerintahan maupun organisasi masyarakat.
“Kiri-kanan di Indonesia ketemunya polisi, tentara, atau ormas (preman),” ujarnya.
Dandhy juga menyoroti organisasi tani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang selama ini dipimpin oleh para jenderal, tetapi menurutnya tidak berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan petani.
“Organisasi tani (HKTI) dari dulu isinya jenderal. Lihat nasib pertanian kita,” tulis sutradara film dirty vote itu.
Pelanggaran UU TNI?
Lebih lanjut, Dandhy menegaskan bahwa pengangkatan perwira aktif TNI dalam jabatan sipil di luar urusan pertahanan berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) TNI.
“Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Polkam, Pertahanan Negara, Sekmil, BIN, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, SAR, BNN, MA.”
Menurutnya, jika interpretasi “pertahanan dan keamanan” digunakan secara longgar, maka hampir semua sektor bisa dikategorikan sebagai bagian dari urusan strategis negara.
“Kalau cuma modal tafsir dan kepentingan, semua juga bisa jadi urusan pertahanan strategis: listrik, BBM, industri logam, kimia dasar, internet, bendungan, pupuk, benih, sumber air, dll. Apa iya semua mau diurus tentara pakai alasan ‘pertahanan dan keamanan’?” lanjutan tulisannya.
Ia bahkan menyindir dengan menyebut bahwa CEO perusahaan air minum seperti Aqua, Le Minerale, Vit, Ades, atau Cleo seharusnya juga dijabat oleh jenderal aktif, jika dipaksa mengikuti logika tersebut.
“Karena dalam kondisi perang, air minum sangat vital dan strategis, juga rawan jadi target sabotase musuh, maka CEO Aqua, Le Minerale, Vit, Ades, atau Cleo harus dipegang jenderal aktif. Mau sampai sejauh apa pakai logika ini?” tanya Dandhy di tweetnya.
Food Estate dan Keamanan Pangan
Dandhy juga mempertanyakan konsep food estate yang diklaim sebagai proyek ketahanan pangan nasional. Menurutnya, menumpuk produksi pangan dalam satu kawasan justru memperbesar risiko kegagalan akibat serangan musuh.
“Lagipula kalau konsisten pangan adalah sektor strategis dalam pertahanan keamanan, maka konsep food estate dengan bikin lumbung pangan di satu hamparan seperti selatan Papua itu akan ditertawakan negara musuh. Hancurkan bendungan atau tabur ‘agent orange’, dijamin GAGAL PANEN!”
Banyak Jenderal “Non-Job”?
Dalam kesimpulan kritiknya, Dandhy menyebut bahwa penempatan jenderal dalam jabatan sipil lebih berkaitan dengan surplus perwira tinggi yang tidak memiliki posisi.
“Lebih baik akui saja, banyak jenderal ‘non-job’ sehingga harus didistribusikan ke jabatan-jabatan sipil.”
Sebagai solusi, ia mengusulkan agar usia pensiun perwira diperpendek dan rekrutmen perwira TNI dibatasi dengan konsep “zero growth”, seperti yang diterapkan pada ASN atau tenaga honorer.
“Jika ini masalahnya, solusinya memperpendek usia pensiun, bukan malah diperpanjang lewat RUU TNI. Batasi rekrut perwira dengan konsep ‘zero growth’ seperti ASN atau honorer,” tutup tweet Dandhy.
Kontroversi Penunjukan Dirut Bulog
Penunjukan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Dirut Bulog oleh Erick Thohir memicu berbagai reaksi, terutama dari kelompok sipil yang menilai langkah ini berpotensi menguatkan peran militer dalam pemerintahan.
Menteri BUMN Erick Thohir sendiri menyatakan bahwa keputusan ini diambil sebagai bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan nasional. Namun, kritik terhadap keterlibatan militer dalam sektor sipil terus mengemuka.