Citra Institute Desak DPR RI Agar Merevisi UU Peradilan Pidana Anak
Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Pengamat hukum Citra Institute, Nawari mendesak DPR RI untuk segera merevisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Desakan itu muncul lantaran maraknya kasus kriminal yang dilakukan anak dibawah umur akhir-akhir ini.
“Tindakan kriminal yang dilakukan anak dibawah umur merefleksikan DPR RI untuk segera merevisi Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasalnya maraknya kejahatan yang dilakukan anak dibawah umur tidak bisa ditolerir lagi,” kata Nawari.
Nawari menjelaskan bahwa anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana jika sudah berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun berdasarkan pasal 1 angka 3 UU SPPA sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.
Mengingat faktanya dilapangkan tindakan anak dibawah umur sama dengan halnya dengan tindakan orang dewasa.
“Perbuatan kriminal yang dilakukan anak dibawah umur akhir-akhir ini sama dengan halnya dengan perbuatan orang dewasa pada umumnya sudah seyogyanya DPR RI terutama komisi III untuk segera merevisi UU SPPA dan menekankan tindak pidana tidak hanya bersandar pada subjek hukum atau pelaku melainkan menitikberatkan terhadap akibat perbuatan pidana itu dilakukan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Nawari menilai pasal 21 UU SPPA yang menjelaskan bahwa anak di bawah umur 12 tahun terduga pelaku tindak pidana harus dikembalikan ke orang tuanya sudah tidak sejalan dengan perkembangan anak saat ini.
Selain pasal tersebut, muatan pasal yang terkandung dalam pasal 32 UU SPPA yang menyebutkan, penahanan terhadap anak berhadapan hukum (pelaku tindak pidana) bisa dilakukan apabila yang bersangkutan telah genap berusia 14 tahun.
Menurut Nawari dapat menyebabkan ketidakadilan hukum dan tidak dapat menimbulkan efek jera terhadap anak yang melakukan tindakan kriminal.
“Ketentuan pasal 21 dan 32 yang termuat dalam UU SPPA dapat memicu anak untuk melakukan tindakan kriminal. Sudah waktunya DPR RI untuk segera merevisi dan memberikan batasan minimal dan maksimal pelaku dapat dipenjara yang relevan dengan kondisi saat ini. Mengingat setelah 14 tahun anak sudah mengetahui benar atau salah dalam melakukan tindakan apapun,” tandasnya.