Selamat Hari Perempuan, Untuk Seluruh Wanita Hebat Indonesia
Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Adakah yang keliru, ketika melihat perempuan memperjuangkan hak-haknya, berusaha bangkit dari realita yang menusuk selama hidupnya.
Melerai benang kusut yang selama ini mengikat kebebasan, tetapi justru berfikir bahwa mereka sedang mencari perhatian atau bahkan tidak bersyukur dengan apa yang mereka dapatkan?.
Tidakah kalian lihat bahwa tangisan penderitaan tidak pernah berhenti? Tangisan tersebut menguap, tak terbendung, mengalir deras.
Mereka selalu saja berfikir bahwa perempuan cukup hidup untuk berdandan, duduk manis, tersenyum dan tidak boleh mengeluh – sebab menurut mereka sudah sesuai dan itulah kewajiban perempuan.
Jika melawan, maka luka. Sebagian dari mereka berfikir itulah cara mendidik perempuan. Sebagian lagi mengurung kebebasan dengan ancaman finansial atau doktrin bahwa yang dilakukan adalah perbuatan durhaka.
Tidak sedikit perempuan tepaksa mengakhiri hidup
Hari-hari panjang terlewat, beberapa hal berubah, namun masih kulitnya saja. Jangan heran jika dalam beberapa hal masih ada penjajahan atas perempuan.
Perempuan boleh sekolah, asal jangan lebih tinggi dari laki-laki. Perempuan boleh bergaji, asal jangan besar sekali karena harus jaga harga diri suami. Perempuan boleh jadi politisi, asal kontrolnya tetap di suami.
Perempuan boleh teriak kesetaraan, asal harus mau angkat galon dan benerin motor. Loh?
Tampaknya diksi “kesetaraan” yang belakangan ini diserukan oleh perempuan menjadi sebuah peluru yang menembus dominasi laki-laki.
Sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha menafsirkan diksi tersebut kepada hal-hal yang cenderung tidak relevan dan bodoh, seperti hal nya mengangkat galon untuk mengukur esensi kesetaraan.
Kembali lagi, konsep kesetaraan tentu tidak akan berhasil jika laki-laki tidak berpartisipasi melawan “lingkaran hitam” (baca: patriarki) tersebut.
Terimakasih kepada laki-laki yang sudah tersadarkan untuk menjadikan perempuan sebagai subjek yang utuh, bukan makhluk buram, yang ada namun samar.
Semoga penyadaran tersebut, meregenerasi kepada anak laki-laki kalian, meregenerasi kembali, lagi, lagi, dan lagi, sampai lingkaran hitam tersebut putus.
Berubah menjadi simpul kebahagiaan yang melanggengkan harmonisasi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Dan untuk perempuan yang terus berjuang, berteriak sambil mengusap air mata penindasan, bangkit melawan dominasi, terimakasih banyak.
Mari terus berbagi dan peduli. Tidak ada kata pensiun untuk menyuarakan kebenaran dan menyudahi penderitaan. Tumbuh subur perempuan pembangun peradaban.
*Penulis adalah Annisa Rahma Zein, Mahasiswi Pascasarjana Universitas Pancasila