Warga Klasafet Tolak Gabung ke Kabupaten Malamoi

Jurnalis: Redaksi
Kabar Baru, Sorong – Gelombang penolakan terhadap rencana pemekaran wilayah ke Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Malamoi datang dari Distrik Klasafet, Papua Barat Daya.
Warga dan unsur pemerintah di lima kampung Distrik Klasafet secara tegas menolak bergabung ke dalam wilayah administratif Kabupaten Malamoi, dan mendesak agar distrik mereka dikembalikan ke Kabupaten induk, yakni Kabupaten Sorong.
Penegasan sikap ini disampaikan langsung oleh Ketua KNPI Distrik Klasafet, Alexander Hiday, dalam deklarasi terbuka bersama masyarakat adat dan unsur pemerintah kampung.
“Kami tidak menolak DOB Malamoi. Tapi kami menolak dengan tegas jika Distrik Klasafat dimasukkan dalam wilayah pemekaran tersebut. Lebih baik kami tetap berada di Kabupaten Induk, yakni Kabupaten Sorong,” tegas Alexander, Minggu (3/8/2025).
Menurut Alexander, alasan utama penolakan adalah persoalan aksesibilitas dan pelayanan publik.
Dari Klamono ke pusat pemerintahan Kabupaten Sorong hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit, sementara jika menuju Kabupaten Malamoi bisa memakan waktu dua hingga tiga jam.
“Kami pikirkan masa depan pendidikan, kesehatan, fasilitas publik. Kalau akses terlalu jauh, masyarakat yang dirugikan. Kami ingin pemerintah Kabupaten Sorong segera bertindak untuk menarik kembali Distrik Klasafat ke wilayah administrasinya,” ucapnya.
Senada dengan itu, Kepala Kampung Pusu Tiligum, Gabriell Yandanfi, yang mewakili lima kampung di Distrik Klasafat, juga menyatakan penolakan resmi atas bergabungnya distrik tersebut ke DOB Malamoi.
Ia menyebut bahwa secara historis dan budaya, masyarakat Klasafat memiliki ikatan kuat dengan wilayah Sorong.
“Atas nama pemerintah dan lima kampung di Distrik Klasafet, kami secara resmi menolak bergabung dengan Kabupaten Malamoi. Kami orang Sorong, dari leluhur kami sampai sekarang. Sorong jadi saksi sejarah kami,” ujar Gabriell dalam orasi deklarasi.
Gabriell menekankan, masyarakat tidak ingin kembali ke titik nol dalam aspek administrasi dan pelayanan sosial yang selama ini sudah berjalan baik di bawah naungan Kabupaten Sorong.
“Kami sudah duduk nyaman. Jangan bikin kami turun tanah lagi. Jangan bikin kami mulai dari awal. Kami sudah punya akses, kendaraan, dan pelayanan sosial. Jadi kami tolak,” ujarnya lantang.
Deklarasi penolakan ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, mulai dari tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, hingga kepala kampung dari lima kampung di Distrik Klasafat.
Masyarakat berharap agar aspirasi ini segera direspons oleh pemerintah daerah dan pusat, demi menghindari konflik sosial dan memastikan pelayanan publik tetap optimal.