Praktisi Hukum Perempuan Ini Angkat Bicara Soal Praktik Aborsi Ilegal di Sorong

Jurnalis: Zuhri
Kabar Baru, Sorong – Praktisi hukum perempuan Papua Barat Daya, Iriani S.H., M.H angkat suara menanggapi pengungkapan kasus praktik aborsi ilegal yang dilakukan jajaran Polresta Sorong Kota di sebuah rumah pribadi di Jalan Frans Kaisiepo, Km 7, Kota Sorong, pada Senin (23/6/2025) lalu.
Kepada awak media, Iriani S.H., M.H menyampaikan apresiasi terhadap tindakan cepat dan tegas aparat dalam membongkar praktik kejahatan yang merenggut nyawa janin tersebut.
“Satu hal yang harus kita apresiasi adalah tindakan luar biasa dari Kapolresta Sorong Kota yang turun langsung memimpin penggerebekan dan penangkapan pelaku praktik aborsi ilegal,” ujar Iriani.
Menurutnya, pelaku yang diduga oknum tenaga medis telah melanggar sumpah profesi. Padahal, profesi tenaga medis seharusnya menjunjung tinggi nilai kehidupan dan tidak boleh melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan prinsip moral dan hukum.
Iriani merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Ia menyebut, dalam KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) Pasal 463, aborsi diancam dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun. Selain itu, dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 194, pelaku aborsi dapat dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
“Pelaku dan juga si perempuan yang melakukan aborsi sebenarnya bisa dikategorikan sebagai pelaku kejahatan, karena itu termasuk pembunuhan berencana. Mereka secara sadar memutuskan untuk mengakhiri kehidupan janin yang belum berdosa,” tegasnya.
Namun, Iriani tak hanya fokus pada aspek hukum. Ia menyoroti pentingnya pengawasan keluarga dan peran orang tua dalam membimbing anak-anak, khususnya anak perempuan, agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang bisa berujung pada kehamilan tidak diinginkan.
“Kita semua harus prihatin. Di luar sana banyak pasangan suami istri yang berjuang untuk memiliki anak, tapi di sisi lain ada anak-anak yang justru menghilangkan nyawa anak mereka sendiri,” ucapnya dengan nada prihatin.
Ia mengimbau para orang tua, guru, serta lingkungan sekitar untuk aktif dalam mengawasi dan mendidik anak-anak, agar mereka tidak menjadi korban dari pergaulan yang tidak sehat.
“Anak-anak ini adalah masa depan kita. Jangan biarkan mereka tumbuh tanpa perhatian. Apalagi jika sudah pulang sekolah, peran keluarga sangat penting untuk memantau apa yang mereka lakukan,” ucapnya.
Lebih lanjut, dirinya turut mengingatkan bahwa selain dampak hukum, praktik aborsi memiliki risiko medis yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan serius pada organ reproduksi perempuan.
“Kepada seluruh perempuan muda di Papua Barat Daya, saya himbau sayangi dirimu, lindungi masa depanmu. Hindari pergaulan bebas dan budayakan menjaga diri. Masa depan yang baik tidak datang dari jalan pintas, namun dari tanggung jawab terhadap diri sendiri,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, ia kembali menegaskan bahwa pergaulan yang baik, lingkungan yang sehat, dan pendidikan yang terarah adalah fondasi untuk menciptakan generasi Papua Barat Daya yang cerdas, sehat, dan bermoral.
“Aborsi bukan solusi. Mari kita ciptakan masa depan yang lebih cerah dengan membangun karakter anak-anak sejak dini, melalui kasih sayang keluarga dan nilai-nilai moral yang kuat,” pungkasnya. (*)