Presiden Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Anggota DPD RI: Saatnya Papua Barat Daya Perkuat PERDASUS Masyarakat Adat

Jurnalis: Zuhri
Kabar Baru, Sorong – Pencabutan izin tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat oleh Presiden Republik Indonesia disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk Anggota DPD/MPR RI Dapil Papua Barat Daya, Agustinus R. Kambuaya, SIP, SH.
Menurut Agustinus, keputusan Presiden tersebut merupakan langkah maju dalam melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Namun, ia menekankan bahwa momentum ini harus diikuti dengan pembenahan di tingkat daerah, terutama melalui penguatan regulasi berbasis Otonomi Khusus (Otsus).
“Kita menyambut baik kebijakan Presiden terkait tambang nikel di Raja Ampat. Namun kita juga harus berbenah diri. Instrumen Undang-Undang Otsus yang kita miliki harus diimplementasikan,” ujar Agustinus dalam keterangannya kepada awak media. Rabu (11/6/2025).
Agustinus menegaskan bahwa Undang-Undang Otsus Papua mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum yang sah. Karena itu, pengesahan Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting.
“Adat merupakan roh atau nyawa dari Undang-Undang Otsus kita. Pengakuan dan penguatan masyarakat adat menjadi penting untuk dilaksanakan,” jelasnya.
Ia juga mendorong Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRP/DPRK di seluruh Papua Barat Daya untuk segera menyusun PERDASUS yang mengatur secara jelas hak, wilayah, dan status masyarakat hukum adat.
Tak hanya itu, Agustinus meminta pemerintah daerah melakukan pemetaan wilayah adat serta sensus Orang Asli Papua (OAP) secara menyeluruh.
“Ini merupakan kebutuhan pembangunan dan keberhasilan Otsus kita. Negara sudah memberikan Otsus, maka perlu ditegakkan keberadaan undang-undang ini melalui PERDASUS agar tidak dilemahkan oleh undang-undang sektoral maupun omnibus law,” tandasnya.
Agustinus juga menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan—termasuk DPRD, MRP, pemerintah daerah, NGO, masyarakat adat, hingga kalangan akademisi—untuk duduk bersama dan merumuskan agenda bersama ke depan.
“Jika tidak merumuskan langkah ke depan, daerah akan larut dalam dinamika tumpang tindih regulasi nasional,” pungkasnya.