Warga Banyuwangi Akan Laporkan Dugaan Pungli SMPN 1 Muncar ke Aparat Penegak Hukum
Jurnalis: Joko Prasetyo
KABAR BARU, BANYUWANGI – Dugaan Pungutan Liar (Pungli) dilingkungan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memasuki babak baru.
Salah satu aktivis Kabupaten Banyuwangi, mengaku akan melaporkan dugaan Pungli dilingkungan pendidikan Kabupaten Banyuwangi ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Senin kita masukan laporan soal dugaan Pungli di SMPN 1 Muncar, ke Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Banyuwangi,” ucap Dedik Irawan, salah satu aktivis asal Desa Sembulung, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
Pria yang juga anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SOROD, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, itu berkisah, peristiwa ini tidak boleh dibiarkan. Sudah jelas – jelas ada aturan undan – undang pihak sekolah tidak boleh melakukan penarikan biaya sekolah kepada walimurid namun tetap saja dilakukan.
“Sumbangan sekolah itu tidak wajib. Meski pihak sekolah bilang itu hasil mufakat bersama walimurid sama saja itu tidak boleh. Perlu diingat keluarnya kabar adanya dugaan Pungli, itu sumbernya dari walimurid, artinya masih ada saja walimurid yang keberatan atas penarikan iuran yang dilakukan oleh sekolah SMPN 1 Muncar,” papar Dedik Irawan.
Kata Dedik, panggilan akrabnya, apa lagi dengan entengnya Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Muncar, mengakui dan membenarkan adanya tarikan kepada walimurid dan juga dengan enaknya mengatakan jika yang dilakukanya sama dengan sekolah – sekolah yang lain melakukan penarikan.
“Menurut kami, ini adalah pelanggaran dan harus dilaporkan kepada APH,” tegas Dedik Irawan, kepada awak media. Jum,at, (13/12/2024).
Diberitakan sebelumnya, Walimurid kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, keluhkan mahalnya iuran biaya dilingkungan sekolah setempat. Keluhan tersebut sontak menjadi perhatian publik.
Seperti dikabarkan SMPN 1 Muncar, Kabupaten Banyuwangi, diduga telah melakukan penarikan biaya sekolah untuk siswa kelas VII sebesar RP 1.500.000 (Satu juta lima ratus) untuk pembangunan aula dan membayar guru extra.
Keluhan tersebut disampaikan ole SR, salah satu walimurid SMPN 1 Muncar, Kabupaten Banyuwangi, kepada wartawan pada Kamis, (12/12/2024).
“Kami ini bingung, pemerintah pusat telah menyiarkan kalau sekarang ini biaya sekolah ditanggung oleh pemerintah alias geratis, namun di Banyuwangi, masih saja banyak sekolah yang melakukan penarikan kepada walimurid dengan dalih sumbangan,” kata SR, walimurid yang tidak mau disebutkan namanya.
Kata SR, memang pada saat akan melakukan penarikan, semua walimurid dikumpulkan untuk musyawarah dengan pihak sekolah dan komite guna membahas penarikan iuran kepada walimurid.
Menurut kami, di kumpulkanya walimurid itu selalu dilakukan oleh pihak sekolah menjelang akan dilakukanya penarikan iuran kepada walimurid. Namun disitu semua walimurid tidak ada satupun yang menolak dengan adanya penarikan iuran dengan alasan demi anak. Namun diluar kami pastikan hampir semua keberatan.
“Kalau memang tidak ada pengumuman sekolah geratis dari pemerintah, sebagai walimurid kami sangat tidak keberatan kok. Namun berulang kali pemerintah telah menggembar gemborkan soal sekolah geratis dan soal larangan pihak sekolah melakukan penarikan atau membebani siswa dengan biaya sekolah, itu yang membuat walimurid bingung dan bertanya – tanya,” terang SR.
Sementara Mahmudi, Spd, Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, saat dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya penarikan biaya sekolah kepada walimurid.
“Iya, benar penarikan itu ada,” katanya, saat ditemui dikantornya. Kamis, (12/12/2024).
Kepada wartawan Mashudi, menegaskan jika penarikan iuran sekolah ditempatnya sama halnya yang terjadi di sekolah – sekolah lainya.
“Penarikanya Rp. 1.500, untuk kelas VII saja, adapun rincianya untuk biaya pembangunan aula 800 ribu dan yang 700 ribu untuk kegiatan sekolah selama satu tahun. Sama lah mas, dengan sekolah sekolah yang lain kalau masalah tarikan dan itu sudah bukan rahasia umum lagi,” paparnya.
Kata Mashudi, penarikan yang dilakukan oleh pihak sekolah itu adalah atas dasar musyawarah yang dilakukan oleh Komite dan paguyuban sekolah.
“Sekolah punya program, lalu kita musyawarahkan dengan komite dan paguyuban. Setelah keduanya setuju langsung kita jalankan dan kumpulkan walimurid. Setelah semua mufakat ya kita jalankan,” ujarnya.
Mashudi, menerangkan jika disekolah yang ia pimpin saat ini banyak yang purna tugas sehingga disekolah kami banyak guru honorer dan juga Guru Tidak Tetap (GTT).
“Guru honorer dan GTT jumlahnya belasan mas, kalau kegiatan atau program sekolah yang tidak bisa dibiayai oleh dana
Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) ya menjadi tanggung jawab pihak sekolah,” ucap Kepala Sekolah SMPN 1 Muncar.
Namun demikian Mashudi, juga mengaku jika ada beberapa walimurid yang datang ke sekolah menyampaikan jika dirinya tidak mampu dan keberatan tentang iuran tersebut.
“Ada walimurid yang datang merasa tidak mampu dan keberatan, ya kita bijaki yang penting prinsipnya anak – anak jangan sampai putus sekolah,” pungkas Mashudi.
Dengan kejadian ini sebagian masyarakat menilai apa yang dilakukan oleh pihak sekolah SMPN 1 Muncar tersebut diluar ketentuan sekolah. Oleh karena itu mereka meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan guna menyelidiki kasus yang diduga mengarah ke Pungutan Liar (Pungli).
“Menurut penghematan kami, apa yang dilakukan oleh pihak sekolah itu adalah Pungli, dan akan segera kita laporkan kepada APH,” ucap Dedik Irawan, salah satu aktivis asal Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. (*)