Skandal Tambang Ilegal IKN, Kegagalan Total Pengawasan Pertambangan

Jurnalis: Pengki Djoha
Kabar Baru, Jakarta-Operasi Bareskrim Polri yang mengungkap penambangan batubara ilegal di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto bukanlah sekadar kasus kriminal biasa; ini adalah bukti nyata kegagalan total sistem pengawasan pertambangan di Indonesia. Selama hampir satu dekade, aktivitas ilegal yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun—terdiri dari deplesi batubara Rp3,5 triliun dan kerusakan lingkungan Rp2,2 triliun—berlangsung di depan mata. 351 kontainer batubara ilegal, alat berat, dan tiga tersangka hanyalah puncak gunung es dari skandal yang jauh lebih besar.
Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia dengan tepat menyebut ini sebagai kegagalan sistemik. Bukan hanya lemahnya pengawasan, tetapi juga indikasi kuat adanya konspirasi dan korupsi yang memungkinkan operasi ilegal ini berlangsung selama bertahun-tahun.
Menurut Koalisi Publish What You Pay Modus operandi yang melibatkan dokumen palsu dari perusahaan berizin, pengiriman melalui Pelabuhan KKT Balikpapan ke Surabaya, menunjukkan keterlibatan jaringan yang terorganisir dan terselubung. Pertanyaannya, siapa yang melindungi para pelaku? Apakah hanya tiga tersangka yang ditangkap representatif dari seluruh jaringan?
PWYP menyebutkan Investigasi menyeluruh dan transparan mutlak diperlukan untuk mengungkap semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat pemerintah, perusahaan yang terlibat dalam pemalsuan dokumen, dan jaringan distribusi ilegal. Penegakan hukum yang lemah dan terlihat hanya menyasar “ikan kecil” semakin memperkuat kecurigaan adanya perlindungan dari pihak-pihak berwenang.
Pernyataan Menteri ESDM yang membatasi pengawasan hanya pada tambang berizin adalah pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap praktik ilegal yang merajalela.
PWYP menjelaskan Kegagalan ini bukan hanya masalah kerugian ekonomi; ini adalah tragedi lingkungan yang berdampak jangka panjang pada ekosistem Tahura Bukit Soeharto dan citra IKN sebagai kota masa depan. Polda Kaltim, Pemerintah Daerah, Otorita IKN, dan instansi penegakan hukum lainnya tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas kegagalan ini. Ketidakmampuan mereka dalam mencegah dan menindak aktivitas ilegal menunjukkan ketidakmampuan dan bahkan kemungkinan keterlibatan dalam melindungi para pelaku.
Lebih lanjut Skandal IKN ini bukan sekadar kasus penambangan ilegal; ini adalah cerminan buruk tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia.
PWYP menegaskan harus ada Reformasi total dalam sistem pengawasan pertambangan, disertai dengan penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, adalah satu-satunya jalan untuk mencegah terulangnya tragedi serupa dan mengembalikan kepercayaan publik. Tanpa tindakan tegas dan komprehensif, skandal ini akan terus berulang, dan IKN akan tetap menjadi simbol kegagalan, bukan kemajuan.