Ngosrek Pecahkan Rekor, Tapi Mampukah Purwakarta Menjaganya?

Jurnalis: Deni Aping
Kabar Baru, Purwakarta – Matahari belum sepenuhnya menampakkan sinarnya ketika ribuan langkah kaki mulai bergerak serempak di berbagai sudut Purwakarta. Suasana pagi yang biasanya tenang berubah menjadi riuh oleh semangat warga yang membawa sapu, cangkul, dan karung. Hari ini, Selasa (22/7), Purwakarta tak sekadar bangun lebih awal kabupaten ini bersiap menorehkan sejarah.
Dalam aksi bertajuk “Ngosrek Bareng Purwakarta Istimewa”, lebih dari 250 ribu warga turun ke jalan secara serentak, membersihkan lingkungan dari sampah dan kotoran. Gerakan massal ini sukses mencatatkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Kerja Bakti Bersih Jalan oleh Peserta Terbanyak.
Sertifikat rekor bernomor 11285/R.MURI/VII/2025 itu diserahkan langsung oleh Senior Manager MURI, Triyono, kepada Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein yang akrab disapa Om Zein di Gedung Kahuripan, Situ Wanayasa.
Namun, di balik euforia pencapaian tersebut, tersimpan tanya yang menggelitik: Apakah ini hanya sebatas perayaan? Atau menjadi awal budaya baru di tengah masyarakat?
Dari “Ngosrek” Jadi Simbol Gerakan
Kata “ngosrek” berasal dari bahasa Sunda yang berarti menyikat atau menggosok. Istilah ini kemudian diangkat menjadi nama gerakan kebersihan massal, yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Surat Edaran Bupati Nomor: 100.3.4/104-DLH/2025. Tujuannya jelas mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman.
Lima titik menjadi pusat kegiatan: Pintu Tol Jatiluhur, Situ Kamojing, Situ Wanayasa, Situ Buleud, dan kawasan Purnawarman. Sejak pagi buta, pelajar, ASN, komunitas, hingga masyarakat umum bersatu, menyapu jalan, membersihkan selokan, dan memunguti sampah.
Tak hanya simbolik, Om Zein pun turun langsung ke lapangan membawa sapu. “Kita mulai dari hal kecil. Menyapu jalan, membersihkan selokan. Tapi ini bentuk cinta terhadap lingkungan dan tanah kelahiran,” katanya.
Lebih dari Sekadar Rekor
Di tengah kegiatan, suasana kekeluargaan begitu terasa. Anak-anak sekolah tampak antusias menyapu trotoar. Warga saling berbagi makanan ringan, sementara para relawan bekerja tanpa pamrih. Sebuah pemandangan yang menghidupkan kembali semangat gotong royong yang kerap dikatakan mulai pudar.
“Purwakarta bukan hanya tentang pariwisata dan kuliner. Tapi juga tentang warga yang peduli, yang mau bergerak bersama,” ujar Om Zein penuh semangat.
Tim MURI yang hadir sejak pagi mencatat langsung partisipasi warga. Jumlahnya mencengangkan, melebihi ekspektasi. Rekor pun resmi diraih dan Purwakarta tercatat dalam sejarah nasional.
Tantangan Setelah Rekor
Meski rekor telah digenggam, pekerjaan belum usai. Tantangan terbesar justru dimulai setelah euforia mereda: Mampukah gerakan “ngosrek” ini terus berlanjut sebagai budaya? Atau hanya sekadar seremoni sesaat?
Purwakarta telah membuktikan kemampuannya untuk bersatu. Kini saatnya menjadikan kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari identitas warga. Bukan hanya demi piagam penghargaan, melainkan untuk masa depan yang lebih layak dihuni.
Purwakarta sudah menggosok sejarah sekarang tinggal bagaimana menjaganya agar tetap bersih, tetap hidup, dan tetap bermakna. (*)