HMI Cabang Semarang Tolak Permendikbudristek 2024 Lewat Amicus Curiae ke MA
Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Jakarta – Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Semarang yang diwakili oleh Ketua Umum, Andi Irfan, serta para penyusun lainnya yakni Gilang Mumtaaz, Khalid Irsyad, Aufa Atha Ariq, Fairuz Khan, Herlangga Satrio, Luthfan Alghifari, Luthfi Hakim, Mika Abdurrahman dan Robby Ardiansyah menyerahkan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan pada permohonan perkara Judicial Review Nomor 31/P/HUM/2024 ke Mahkamah Agung pada kamis siang.
Diketahui, pemberian amicus tersebut dilakukan terhadap perkara pengujian beberapa pasal pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek (Permendikbudristek 2/2024) terhadap Undang-Undang.
Lebih lanjut, adapun para pihak yang sebelumnya mengajukan gugatan judicial review pada perkara tersebut adalah para kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum UGM yakni Al Syifa Rachman sebagai pemohon I, Adam Surya Ananta sebagai pemohon II, Fitria Amesti Wulandari sebagai pemohon III, dan Muhammad Machshush Bil Izzi sebagai pemohon IV.
Menanggapi penyerahan amicus curiae tersebut, Bapak Octiawan Basri, S.H,.M.H selaku Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung menilai tindakan yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Semarang haruslah senantiasa disambut dan diterima dengan terbuka.
Disampaikan oleh Octiawan , pihaknya akan segera menyerahkan berkas sahabat pengadilan tersebut kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut melalui panitera muda perkara tata usaha negara.
“Kami menilai bahwa penyusunan dan penyerahan amicus curiae ini sejatinya menjadi penting untuk dilakukan. Sebab, melihat pada dinamika penyelenggaraan pendidikan tinggi saat ini, tentu banyak fenomena yang semestinya tidak bisa dipandang baik-baik saja,” ujarnya.
Oleh karenanya, melalui amicus curiae yang kami hadirkan untuk membersamai gugatan judicial review yang diajukan oleh para kader Himpunan Mahasiswa Islam Hukum UGM, dimaksudkan untuk memantik, sekaligus meningkatkan atensi khalayak umum termasuk Pemerintah selaku leading sector penyelenggaraan pendidikan tinggi nasional untuk peduli terhadap isu peningkatan biaya pendidikan tinggi yang terjadi pasca penetapan Permendikbudristek 2/2024.
Pun, tindakan yang kami inisiasikan juga sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang menyatakan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” sehingga melalui penyerahan berkas sahabat pengadilan ini yang tujuannya adalah sebatas untuk memberikan rekomendasi terhadap majelis hakim yang nantinya akan memeriksa perkara, guna menemukan nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat.
Tidak sama sekali dimaksudkan untuk mengintervensi kemandirian hakim ataupun bertindak sebagai pihak partisan bagi salah satu pihak pada perkara yang tengah berlangsung.
Dalam Amicus ini, kami elaborasikan beberapa hal yang secara objektif kami susun berdasar pada beberapa hasil temuan dan penelitian yang kami lakukan. Nyatanya, setelah dilakukan analisa dan riset secara mendalam, berbagai permasalahan yang kami temukan di dalam Permendikbudristek 2/2024 berhasil divalidasi berdasar pada sumber-sumber lain yang ami peroleh.
“Dengan begitu, adapun hal-hal yang kami bahas di dalam Amicus ini setidaknya telah cukup menggambarkan bagaimana kondisi faktual yang kurun waktu ke belakang marak terjadi di lingkup perguruan tinggi,” imbuhnya.
Sejatinya merupakan permasalahan-permasalahan yang secara nyata betul-betul terjadi dan dialami oleh sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi, terlebih pasca ditetapkannya Permendikbudristek 2/2024.
Setidaknya ada 3 permasalahan yang kami soroti dalam pembentukan Amicus ini. Mulai dari kehadiran Permendikbudristek 2/2024 yang melenceng dari amanat penyelenggaraan pendidikan tinggi secara filosofis seperti yang dimuat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), kemudian bagaimana muatan yang terkandung di dalam Permendikbudristek tersebut dinilai bertentangan dengan beragam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, hingga yang terakhir bagaimana kondisi empiris yang kini terjadi di masyarakat seakan mendesak dilakukannya pencabutan dan perubahan Permendikbudristek 2/2024.
Permasalahan-permasalahan tersebut nampak inkoheren dan tidak selaras dengan apa yang telah dijanjikan oleh pemerintah menyoal peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi. Dalih peningkatan pendidikan tinggi yang digaungkan oleh pemerintah melalui kehadiran Permendikbudristek ini, justru seakan beralih menjadi bumerang yang mendegradasi makna penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk semakin sulit diakses oleh kalangan tertentu.
Terlebih, beberapa permasalahan yang tersorot akibat ditekennya peraturan ini adalah berimbas pada peningkatan besaran biaya pendidikan tinggi seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) serta dugaan penghilangan beberapa peranan negara dalam pembiayaan pendidikan tinggi, maka membuka keleluasaan bagi setiap kalangan yang hendak mengenyam pendidikan tinggi nyatanya semakin dibatasi oleh ketentuan yang saat ini berlaku di dalam Permendikbudristek 2/2024.
Kami rasa, kami baru sebagian kecil dari mayoritas masyarakat yang menolak kehadiran Permendikbudristek 2/2024 ini. Sikap kami melalui penyerahan Amicus ini, bersama-sama dengan permohonan yang diajukan oleh para kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum UGM, bukan berarti menolak niat baik pemerintah untuk terus mereparasi sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi, termasuk pembaharuan pada tataran regulasinya.
Akan tetapi, penyelarasan terhadap kebutuhan masyarakat, terkhusus bagi para mahasiswa yang akan atau sedang mengenyam pendidikan tinggi, keharmonisan dengan berbagai regulasi yang mengatur tentang pendidikan tinggi, dan penyongsongan terhadap spirit pengentasan disparitas akses dalam menempuh pendidikan tinggi yang sesuai dengan cita-cita negara Indonesia yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab besar yang semestinya bisa terejawantahkan melalui kehadiran Permendikbudristek ini.
Dan sudah menjadi tanggung jawab kami, dan kita semua untuk memastikan akan terwujudnya hal tersebut.
Sebagai informasi, Amicus Curiae adalah sebuah istilah latin yang berarti “Friends of The Court” atau “Sahabat Pengadilan”. Amicus Curiae diajukan oleh sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, yang memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. ‘
Keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam sebuah kasus ini hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan intervensi atas proses peradilan. Lebih jauh, mengenai Amicus Curiae yang kami susun dapat diakses melalui https://bit.ly BerkasAmicusCuriaeHMISemarang
HMI Cabang Semarang.