DPP PA GMNI Desak Usut Tuntas Para Mafia BBM Solar Subsidi
Jurnalis: Ramdani
KABARBARU, BALIKPAPAN – Akhir-akhir ini Indonesia mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar subsidi terutama di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Hal ini menjadi pukulan telak bagi bangsa Indonesia, terlebih di tengah gencarnya upaya produksi bagian BBM atau biosolar B30 yang bahkan menuju ke B100.
Hal ini mendapat respon dari pengurus DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) kompartemen Ekonomi, UKM dan Koperasi, Tony Anton dirinya menilai situasi ini kontraproduktif.
“Ya, memang industri CPO kita merupakan yang terbesar di dunia, tapi untuk produk jadi hasil dari industri tersebut, kita kelangkaan,” Ujar Tony Anton melalui keterangan tertulisnya Sabtu, (02/04/2022.)
Tony menyinggung bahwa penyimpangan subsidi di Indonesia sudah terjadi sejak lama.
Terlebih kalau disparitas harga antara solar subsidi dengan non subsidi sangat jauh. Tentu semakin menggiurkan bagi oknum atau mafia solar.
“Solar subsidi harga Rp5150 per liter, sedangkan untuk solar non subsidi Rp13250 per liter di Kalimantan. Selisih Rp8100 liter. Para mafia dan para pihak yang berniat jelek makin tergiur,” Singung Tony.
Disis lain Toni yang juga pengurus DPW ALFI Kaltim dirinya pun mempertanyakan naiknya harga Dexlite atau BBM non subsidi untuk mesin diesel, kenapa tidak menyesuaikan solar bersubsidi agar disparitas harga tidak terlampau jauh.
“Kan kalau solar subsidi disesuaikan dan solar non subsidi tetap, maka disparitas harga semakin tidak terlalu jauh. Otomatis potensi untuk penyimpangan BBM subsidi tidak sebesar seperti sekarang,” Bebernya.
Hal ini tidak luput dari kota Balikpapan, Tony mendesak aparat dalam hal ini kepolisian dan stakeholder yang lain harus konsen terhadap persoalan ini, agar bisa mengusut tuntas para mafia BBM solar Subsidi ini. Tidak hanya menjamin ketersedian solar subsidi tapi juga harus mengejar para pelaku penyelewengan solar bersubsidi.
“Usut tuntas para Mafia Solar Subsidi, dan harus transparan, kami garis bawahi harus transparan,” tegasnya.
Terlebih dengan adanya pernyataan Direktur Utama Pertamina bahwa solar subsidi diduga bocor ke perusahaan sawit dan perusahaan tambang sebagai salah satu sektor usaha dengan konsumsi solar terbesar.
Ditambah lagi dengan pernyataan Ketua umum ALFI Yuki Nugrahawan bahwa lebih baik solar subsidi dihapus daripada situasinya parah seperti sekarang.
“Artinya apa? Para pelaku UMKM di bidang transportasi sudah sangat frustasi menghadapi situasi yang selalu berulang setiap tahun,” tegas Tony.
Hal ini agar pengusaha yang bergerak di bidang forwarder dan logistik ini mendorong pihak kepolisian dan yang terkait lainnya agar turun tangan melakukan pengusutan. Penegakan hukum dilaksanakan secara transparan dan masyarakat turut melakukan pengawasan.
“Begitu juga para stakeholder, harus memastikan memang distribusi solar subsidi ke setiap SPBU sesuai antara pencatatan dan yang diterima. Saya rasa itu kuncinya”.
Gejolak ini menimbulkan Situasi ini multiplier effect karena berimbas kepada hampir seluruh kegiatan UMKM dan industri di indonesia.
“jadi menurut kami solusi yang dibutuhkan bukan hanya sifatnya situasional dan kondisional tapi harus berkesinambungan dan terus terjaga”.Tutup Tony Anton.