Aktivis Tantang Jimly Sebut Pihak Luar yang Intervensi Ketua MK
Jurnalis: Sulistiana Dewi
Kabar Baru, Jakarta – Kordinator Nasional Koalisi Aktivis Muda Ragil Setyo Cahyono merespon putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
Ia menilai legitimasi putusan MK atas disahkannya uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu juga patut diragukan karena Anwar melakukan pelanggaran.
“Artinya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) hasil dari putusan yang tidak beretika, legitimasi putusan itu patut diragukan setelah Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat,” kata Ragil.
Faktanya, terdapat pelanggaran etik dibalik putusan 90/PUU-XXI/2023 karena Anwar memimpin sidang dalam perkara yang menyangkut dengan keponakannya.
Seharusnya, Anwar mengundurkan diri dari persidangan sebagaimana Poin (5) Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Karena Anwar ogah mengundurkan diri, maka putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak sah sebagaimana Poin (6) Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman.
“Semestinya perkara putusan MK 90 itu tidak sah atau paling tidak dapat diperiksa ulang dengan komposisi hakim yang kesembilannya baru karena hakim sebelumnya telah melanggar asas konflik kepentingan dalam UU Kekuasaan Kehakiman. Namun, sangat disayangkan MKMK tidak menyentuh hal tersebut, seharusnya MKMK membacakan dalam amar putusannya,” ucap Ragil.
Menurut Ragil, putusan MK tersebut telah mengguncang prinsip negara hukum Indonesia. Sebaliknya, putusan MKMK menunjukkan kepada masyarakat Indonesia dengan terang benderang adanya problem serius di balik putusan 90/PUU-XXI/2023.
“Dalam putusan MKMK disebut adanya intervensi pihak-pihak luar dalam putusan 90 tanpa disebut siapa sosoknya. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie seharusnya berani menyebut ke publik pihak siapa pihak luar itu dengan berbasis bukti-bukti, sehingga masyarakat tidak bingung,” kata Ragil.
Sebab, bagi Ragil yang juga Wasekjend PB PMII, MKMK dibentuk sebagi respon terhadap berbagai pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK dalam memutus perkara capres-cawapres.
Sehingga putusan MKMK bisa menjadi landasan moral bagi MK dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga MK.
Sebelumnya, MKMK telah memutuskan adanya pelanggaran kode etik seluruh hakim konsitusi dalam perkara uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
MKMK akhirnya memberhentikan Anwar Usman dari jabatan ketua MK. Anwar diduga terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara itu.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konsitusi kepada hakim terlapor,” kata ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar digedung MK Jakarta Pusat pada Selasa (7/11/2023).